Home » » Hanya di Museum ini Peninggalan Perang Aceh Disimpan

Hanya di Museum ini Peninggalan Perang Aceh Disimpan

Written By pikirankita on Thursday 24 March 2016 | 19:10

PIKIRANKITA.COM - Hasrat untuk berlibur sambil memburu fakta sejarah ke Belanda sudah lama terpendam. Jika dari Swedia sangatlah murah dan mudah tanpa perlu menggunakan visa karena sesama negara anggota Uni Eropa. Ibarat kata pepatah, “Sekali merengkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui”.

Kontributor jurnalatjeh.com  beserta dua orang warga Aceh di Swedia dengan dipandu seorang warga Aceh di Belanda, mengunjungi sebuah museum yang menyimpan harta peninggalan Aceh masa berperang dengan Belanda. Museum Bronbeek namanya, terletak di kota Arnhem, dan hanya 80 menit perjalanan kereta api dari ibukota Belanda, Amsterdam.

Membaca literatur sejarah dengan melihat langsung fakta sejarah adalah berbeda. Perbedaan sangat kentara jika menyentuh langsung barang-barang warisan peninggalan perang Aceh ketika melawan arogansi kolonialisme Belanda sejak 1873 dan hampir kesemua tersimpan rapi di museum Bronbeek itu!

Di depan museum terpampang dua patung KNIL (Koninklijk Nederlands Indisch Leger) atau tentara Belanda di Indonesia. Begitu masuk pintu utama terlihat sebuah meriam besar memanjang yang diketahui berasal dari Aceh. Sontak saja, penulis beserta warga Aceh lainnya bergegas mengeluarkan smartphoneuntuk memotret, namun seorang petugas penjaga museum mencegahnya dengan meminta untuk membeli tiket masuk terlebih dahulu.

“Anda semua berasal dari Aceh?” tebak seorang perempuan satpam yang berpakaian Diens Kieren (pakaian dinas biru) di loket pintu masuk. Haris Abdullah, putra Aceh yang lama bermukim di Belanda menjelaskan dalam bahasa Belanda kepada petugas museum.

Selanjutnya, dimaklumkan kalau kami diberikan diskon tiket masuk setengah harga dari 6 Euro per orang menjadi 3 Euro, karena diketahui kami semua berempat berasal dari Aceh. Begitu juga mendapatkan korting setengah harga disebuah kios menjual sovenir seperti pulpen, bros kancing, gantungan kunci bertuliskan “Koninklijk Tehuis Voor Oud – Militairen en Museum Bronbeek”.

Bangunan museum bertingkat dua. Sebelah kanan dan kiri tingkat pertama terlihat puluhan pakaian seragam KNIL beserta bedil bekas yang dibungkus dengan kaca. Sedangkan di dinding, terpajang ratusan galeri foto yang dibingkai, gambar wajah campuran tentara bule dan asia, poster perjuangan masa perang.

Masuk kelebih dalam sebelah kiri, lorong kecil memanjang yang disebelah kanan berbaris beberapa meriam besar milik Aceh, disamping meriam tertulis keterangan dalam bahasa Belanda. 15 menit berlalu, tiba-tiba saja datang seorang bule Belanda berkaca mata dengan berpakaian kantor seragam biru langit sambil memperenalkan diri sebagai museum gids (pemandu museum).Hasrat untuk berlibur sambil memburu fakta sejarah ke Belanda sudah lama terpendam. Jika dari Swedia sangatlah murah dan mudah tanpa perlu menggunakan visa karena sesama negara anggota Uni Eropa. Ibarat kata pepatah, “Sekali merengkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui”.

Dalam kesempatan ini jurnalatjeh.com  mengulas perjalanan ini dalam tiga judul berita, 1. Peninggalan Perang Aceh di Museum Bronbeek Belanda . 2. “Kembalikan Meriam Lada Sicupak  Ke Aceh atau Kherkof kami Gusur” dan yang ke 3 Hasan Tiro Sering ke Museum Belanda.  “jangan Marah ya”

Kontributor jurnalatjeh.com  beserta dua orang warga Aceh di Swedia dengan dipandu seorang warga Aceh di Belanda, mengunjungi sebuah museum yang menyimpan harta peninggalan Aceh masa berperang dengan Belanda. Museum Bronbeek namanya, terletak di kota Arnhem, dan hanya 80 menit perjalanan kereta api dari ibukota Belanda, Amsterdam.

Membaca literatur sejarah dengan melihat langsung fakta sejarah adalah berbeda. Perbedaan sangat kentara jika menyentuh langsung barang-barang warisan peninggalan perang Aceh ketika melawan arogansi kolonialisme Belanda sejak 1873 dan hampir kesemua tersimpan rapi di museum Bronbeek itu!

Di depan museum terpampang dua patung KNIL (Koninklijk Nederlands Indisch Leger) atau tentara Belanda di Indonesia. Begitu masuk pintu utama terlihat sebuah meriam besar memanjang yang diketahui berasal dari Aceh. Sontak saja, penulis beserta warga Aceh lainnya bergegas mengeluarkan smartphoneuntuk memotret, namun seorang petugas penjaga museum mencegahnya dengan meminta untuk membeli tiket masuk terlebih dahulu.

“Anda semua berasal dari Aceh?” tebak seorang perempuan satpam yang berpakaian Diens Kieren (pakaian dinas biru) di loket pintu masuk. Haris Abdullah, putra Aceh yang lama bermukim di Belanda menjelaskan dalam bahasa Belanda kepada petugas museum.

Selanjutnya, dimaklumkan kalau kami diberikan diskon tiket masuk setengah harga dari 6 Euro per orang menjadi 3 Euro, karena diketahui kami semua berempat berasal dari Aceh. Begitu juga mendapatkan korting setengah harga disebuah kios menjual sovenir seperti pulpen, bros kancing, gantungan kunci bertuliskan “Koninklijk Tehuis Voor Oud – Militairen en Museum Bronbeek”.

Bangunan museum bertingkat dua. Sebelah kanan dan kiri tingkat pertama terlihat puluhan pakaian seragam KNIL beserta bedil bekas yang dibungkus dengan kaca. Sedangkan di dinding, terpajang ratusan galeri foto yang dibingkai, gambar wajah campuran tentara bule dan asia, poster perjuangan masa perang.

Masuk kelebih dalam sebelah kiri, lorong kecil memanjang yang disebelah kanan berbaris beberapa meriam besar milik Aceh, disamping meriam tertulis keterangan dalam bahasa Belanda. 15 menit berlalu, tiba-tiba saja datang seorang bule Belanda berkaca mata dengan berpakaian kantor seragam biru langit sambil memperenalkan diri sebagai museum gids (pemandu museum).
Share this article :
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. PIKIRANKITA.COM | MERAWAT ACEH - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Shared by Vice Blogger | Proudly powered by Blogger